Sudah ada peraturan mengenai cuti ibadah haji, lho. Kamu sudah tahu belum, nih?
Sebagai seorang karyawan, harus memenuhi kewajibannya dalam menjalankan pekerjaan. Tetapi, terdapat hal yang menjadi kewajiban lain untuk seorang pekerja Muslim, yaitu menunaikan ibadah haji.
Hal tersebut tentu menjadi dilema tersendiri bagi karyawan yang berkesempatan menunaikan ibadah haji, mengingat butuh waktu lama untuk menjalankannya. Setidaknya, dibutuhkan waktu selama 30 hari. Ini membuat karyawan mungkin tidak akan bisa menjalankan kewajibannya kepada perusahaan.
Lalu, bagaimana peraturan cuti ibadah haji yang diatur dalam undang-undang? Nah, berikut ini ialah ulasannya.
Peraturan Cuti Ibadah Haji untuk Karyawan Muslim
Cuti haji merupakan salah satu cuti khusus untuk karyawan Muslim yang berniat menjalankan ibadah haji. Sehingga, pemerinta telah mengatur terkait peraturan cuti tersebut ke dalam UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003.
Penjelasan mengenai peraturan cuti haji tertera dalam Pasal 93 ayat 2 huruf e UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003. Berbunyi:
“Pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.”
Selain itu, peraturan cuti haji juga diatur dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (UU Pengupahan). Berbunyi:
“Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan oleh agamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b, sebesar Upah yang diterima oleh Pekerja/Buruh dengan ketentuan hanya sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di Perusahaan yang bersangkutan.”
Dalam aturan Depanaker soal cuti ibadah haji, perusahaan wajib memberikan cuti hanya satu kali. Selain itu, karyawan juga berhak mendapat surat izin cuti haji sekali.
Jangka Waktu Cuti Haji yang Diberikan Perusahaan
Berdasarkan ketentuan Kementerian Agama, penyelenggaraan ibadah haji reguler membutuhkan waktu sekitar 40 hari. Sedangkan, haji plus mendapatkan izin resmi dari kementerian membutuhkan waktu lebih singkat, yaitu sekitar 15 hingga 26 hari.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa mengajukan cuti maksimal 50 hari. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.41 Tahun 2015.
Tapi, berapa jangka waktu cuti haji untuk karyawan swasta?
Dalam peraturan cuti ibadah haji dalam UU Ketenagakerjaan atau UU serupa, tidak disebutkan jelas jangka waktu cuti haji untuk seorang karyawan yang akan menunaikan ibadah tersebut.
Tapi, kamu bisa mengacu pada Pasal 93 ayat 5, bahwa pelaksanaan cuti haji dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja.
Sehingga, baik perusahaan dan karyawan harus menyepakati jangka waktu cuti, terutama jika karyawan tersebut segera menunaikan ibadah haji. Jika tidak tertera dalam perjanjian kerja, maka seorang karyawan harus mengusulkan kepada pihak perusahaan sebelum memutuskan cuti haji.
Apakah Cuti Haji Tetap Mendapatkan Upah?
Sesuai dengan salah satu peraturan cuti haji yang telah disebutkan di atas, perusahaan tetap wajib memberikan upah kepada seorang karyawan. Hal ini tertuang dalam Pasal 93 ayat 2 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 24 ayat 2 PP Pengupahan.
Besarnya upah yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, yaitu upah pokok penuh bulanan. Jika perusahaan memberikan tunjangan lain seperti tunjangan kehadiran dan transportasi, maka pihak perusahaan boleh untuk tidak memberikan tunjangan tersebut.
Sanksi bagi perusahaan yang tidak memberi upah saat cuti ibadah juga diatur dalam Pasal 186 ayat 1 UU Ketenagakerjaan. Perusahaan bisa mendapatkan sanksi pidana penjara minimal 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda minimal Rp10.000.000 dan maksimal Rp400.000.000.