Doom spending adalah fenomena gaya hidup baru yang muncul di tengah kondisi ekonomi yang serba tidak pasti, di mana kebiasaan konsumtif menjadi tantangan bagi banyak orang.
Istilah ini menggambarkan perilaku seseorang yang tetap berbelanja meskipun sedang mengalami tekanan finansial atau kecemasan terhadap masa depan.
Banyak orang merasa bahwa berbelanja bisa memberikan rasa nyaman dan ilusi kendali di tengah situasi yang penuh ketidakpastian.
Sayangnya, di balik rasa senang sesaat tersebut, kebiasaan doom spending justru dapat menjerumuskan seseorang ke dalam masalah keuangan jangka panjang bila tidak segera dikendalikan.
Fenomena ini kini mulai marak terjadi, terutama di kalangan pekerja muda dan masyarakat perkotaan yang terpapar tekanan media sosial, tren gaya hidup, hingga dorongan untuk terlihat “baik-baik saja” secara finansial.
Ketika inflasi meningkat, harga kebutuhan pokok naik, dan situasi ekonomi terasa “suram”, sebagian orang justru meresponsnya dengan berbelanja lebih banyak, baik untuk hiburan, pakaian, atau sekadar nongkrong demi menghibur diri.
Padahal, tanpa disadari, kebiasaan ini bisa mengganggu stabilitas keuangan pribadi, menumpuk utang konsumtif, bahkan memicu stres finansial yang lebih parah di kemudian hari.
Yuk, simak ulasan selengkapnya di artikel berikut ini!
Apa Itu Doom Spending dan Mengapa Bisa Terjadi?
Melansir laman Detik, doom spending adalah perilaku menghabiskan uang untuk kebutuhan emosional, bukan kebutuhan fungsional.
Kata “doom” berarti kehancuran atau kesuraman, sedangkan “spending” berarti pengeluaran uang.
Jadi, istilah ini mengacu pada kebiasaan belanja yang dilakukan karena rasa takut, stres, atau kecemasan terhadap masa depan, bukan karena kebutuhan mendesak.
Banyak faktor yang memicu terjadinya doom spending, antara lain:
- Kecemasan terhadap kondisi ekonomi: Orang merasa masa depan tidak pasti, sehingga memilih menikmati hidup sekarang tanpa memikirkan nanti.
- Tekanan sosial dan gaya hidup: Media sosial kerap menampilkan gaya hidup konsumtif yang membuat seseorang merasa “tertinggal” jika tidak ikut tren.
- Kurangnya literasi finansial: Tanpa pemahaman tentang perencanaan keuangan, seseorang mudah tergoda oleh promosi atau pembelian impulsif.
- Dopamine effect: Aktivitas belanja memberikan rasa senang dan puas sesaat karena otak melepaskan hormon dopamin, yang bisa membuat seseorang kecanduan membeli sesuatu.
Dampak Doom Spending terhadap Kondisi Finansial
Fenomena doom spending bukan sekadar masalah kebiasaan kecil, tapi bisa berdampak signifikan terhadap kondisi keuangan dan kesehatan mental seseorang.
Berikut beberapa dampak negatif yang perlu diwaspadai, yaitu:
1. Tabungan cepat terkuras
Kebiasaan berbelanja tanpa perencanaan akan membuatmu sulit untuk menabung. Beberapa orang bahkan sampai menghabiskan dana darurat yang seharusnya disimpan untuk kebutuhan mendesak.
Alhasil, saat muncul situasi darurat seperti sakit, kehilangan pekerjaan, atau biaya tak terduga mereka tidak memiliki cadangan dana yang cukup.
2. Terjebak dalam lingkaran utang konsumtif
Banyak pelaku doom spending yang menggunakan kartu kredit, paylater, atau pinjaman online sebagai sumber dana.
Hal ini bisa menimbulkan ketergantungan dan beban bunga yang menumpuk setiap bulan.
Dalam jangka panjang, utang konsumtif semacam ini bisa menjadi beban besar dan merusak reputasi keuangan pribadi.
3. Meningkatnya stres dan kecemasan
Ironisnya, doom spending yang awalnya dilakukan untuk mengurangi stres justru menciptakan masalah baru.
Rasa bersalah setelah berbelanja, kekhawatiran soal tagihan, atau tekanan karena utang yang menumpuk bisa memperparah kondisi psikologis seseorang.
4. Tidak punya arah finansial jangka panjang
Pelaku doom spending sering kali kehilangan fokus terhadap tujuan finansialnya.
Alih-alih menabung atau berinvestasi, mereka lebih memilih menikmati hasil kerja secara instan.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa membuat mereka sulit mencapai stabilitas keuangan, membeli rumah, atau menyiapkan dana pensiun.
6 Cara Mencegah Doom Spending agar Keuangan Tetap Sehat
Terdapat beberapa langkah yang bisa membantu kamu keluar dari kebiasaan doom spending dan mengelola uang dengan lebih bijak, yaitu:
1. Kenali pemicu emosional
Langkah pertama untuk mencegah doom spending adalah menyadari kapan dan mengapa kamu berbelanja.
Apakah karena benar-benar butuh, atau hanya untuk mengalihkan rasa stres?
Dengan mengenali pemicu emosional ini, kamu bisa mulai mengganti kebiasaan tersebut dengan cara lain yang lebih sehat, seperti berolahraga, meditasi, atau journaling.
2. Buat anggaran keuangan yang realistis
Cara selanjutnya, kamu bisa menyusun rencana pengeluaran bulanan dengan jelas.
Pisahkan kebutuhan wajib seperti makanan, transportasi, dan tagihan dari pengeluaran hiburan.
Gunakan sistem 50/30/20, yaitu 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan atau investasi.
Dengan cara ini, kamu tetap bisa menikmati hidup tanpa kehilangan kendali terhadap keuangan.
3. Terapkan prinsip mindful spending
Sebelum membeli sesuatu, beri jeda waktu minimal 24 jam untuk berpikir ulang apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan.
Kebiasaan ini membantu mencegah pembelian impulsif dan memberi ruang bagi keputusan finansial yang lebih rasional.
4. Batasi paparan terhadap iklan dan media sosial
Algoritma media sosial dirancang untuk mendorong konsumsi.
Kurangi waktu melihat content haul, shopping vlog, atau iklan produk yang memicu keinginan membeli.
Cobalah digital detox secara berkala untuk menjaga kesehatan mental dan finansialmu.
5. Fokus pada tujuan finansial jangka panjang
Tulis tujuan keuanganmu dengan jelas, misalnya menabung untuk dana darurat, liburan, atau investasi.
Tujuan ini dapat menjadi pengingat agar kamu tidak mudah tergoda berbelanja hanya karena tren atau stres sesaat.
Kemudian, visualisasikan hasil dari disiplinmu, seperti kebebasan finansial atau hidup tanpa utang.
6. Gunakan fasilitas keuangan yang sehat dan aman
Jika kamu sedang menghadapi kebutuhan mendadak, hindari berutang melalui pinjaman online atau kartu kredit dengan bunga tinggi.
Sebagai alternatif, kini tersedia solusi keuangan modern seperti Earned Wage Access (EWA) atau Akses Gaji Fleksibel dari GajiGesa.
Dengan EWA, karyawan bisa menarik sebagian gaji yang sudah mereka peroleh sebelum tanggal gajian tiba, tanpa bunga, utang, dan tekanan.
Solusi ini sangat membantu saat menghadapi pengeluaran mendadak, seperti biaya kesehatan, transportasi, atau kebutuhan rumah tangga, tanpa harus mengganggu cash flow pribadi.
Selain membantu karyawan tetap tenang secara finansial, EWA juga mendorong kebiasaan pengelolaan uang yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Kendalikan Keuangan, Nikmati Hidup Tanpa Stres Finansial
Dengan Earned Wage Access (EWA) dari GajiGesa, kamu bisa mengakses gaji yang sudah kamu peroleh lebih awal tanpa bunga dan tanpa utang.
Nikmati kebebasan finansial yang lebih tenang, sehat, dan terkendali.


