Blog

Memahami Perilaku Konsumen Pasca Lebaran di Tengah Krisis Ekonomi

perilaku konsumen

Perilaku konsumen merupakan indikator penting dalam memahami dinamika ekonomi dan sosial suatu masyarakat. 

Di Indonesia sendiri, bulan Ramadhan dan Lebaran selalu membawa perubahan besar dalam kebiasaan konsumsi. 

Mulai dari meningkatnya pembelian makanan, pakaian baru, hingga gadget, masyarakat cenderung lebih konsumtif selama bulan suci ini. 

Namun, yang menarik adalah bagaimana perilaku tersebut mengalami perubahan tajam setelah Ramadhan berakhir.

Tahun 2025 menjadi momen yang menantang karena masyarakat Indonesia harus menghadapi kondisi ekonomi yang penuh tekanan. 

Melemahnya nilai tukar rupiah, inflasi yang tak kunjung reda, serta meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi faktor-faktor utama yang memengaruhi keputusan konsumen. 

Dalam kondisi seperti ini, perubahan perilaku konsumen bukan hanya soal kebiasaan semata, melainkan strategi bertahan hidup. 

Oleh karena itu, penting bagi kamu untuk memahami bagaimana pola konsumsi masyarakat berubah, faktor-faktor yang memengaruhinya, serta cara paling efektif dalam merespons perubahan tersebut, baik dari sisi individu maupun pelaku usaha.

Dinamika Pola Konsumsi Selama dan Pasca Ramadhan

perilaku konsumen

Selama Ramadhan, masyarakat cenderung mengalokasikan lebih banyak dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, baik yang bersifat jasmani maupun spiritual. 

Belanja makanan meningkat signifikan, begitu pula kebutuhan akan pakaian baru, bingkisan Lebaran, dan produk-produk elektronik. 

Momen silaturahmi dan mudik juga mendorong lonjakan dalam sektor transportasi dan pariwisata. 

Berdasarkan survei Snapcart, lebih dari 75% masyarakat Indonesia mengakui adanya peningkatan pengeluaran selama Ramadhan dibanding bulan-bulan biasa.

Namun, setelah Ramadhan usai dan euforia Lebaran mereda, masyarakat mulai menyadari kebutuhan untuk kembali menyeimbangkan kondisi keuangan. 

Kemudian, tren “belanja hemat” mulai muncul, konsumen menjadi lebih selektif/cenderung menunda pembelian yang tidak esensial, dan mulai fokus pada pengeluaran yang benar-benar penting.

Pola konsumsi kembali berorientasi pada kebutuhan dasar seperti makanan pokok, tagihan bulanan, dan pendidikan anak. 

Hal ini menandai pergeseran penting dalam perilaku konsumen pasca Ramadhan.

Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

faktor ekonomi

Krisis ekonomi memberikan dampak langsung pada cara konsumen mengelola keuangan mereka. 

Sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025, Indonesia menghadapi tekanan berat dalam sektor ketenagakerjaan. 

Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lebih dari 77.000 pekerja mengalami PHK pada tahun lalu, ditambah dengan gelombang baru pada awal 2025. 

Situasi ini secara tidak langsung menekan daya beli masyarakat dan memengaruhi keputusan konsumsi.

Kenaikan harga barang kebutuhan pokok juga berperan besar, inflasi membuat pengeluaran rumah tangga membengkak, sementara pendapatan stagnan atau bahkan menurun. 

Konsumen yang sebelumnya terbiasa membeli produk premium kini mulai beralih ke produk substitusi yang lebih terjangkau. 

Bahkan, tren “do-it-yourself” (DIY) atau penggunaan kembali barang lama mulai populer sebagai respons atas kondisi ini.

Tak hanya itu, ketidakpastian global juga turut menambah beban psikologis masyarakat. 

Ketakutan akan resesi dan gejolak ekonomi global menyebabkan konsumen bersikap lebih hati-hati dalam merencanakan pengeluaran jangka panjang.

Perubahan Prioritas Pengeluaran Masyarakat

pengeluaran masyarakat

Salah satu indikator yang paling terlihat dalam perubahan perilaku konsumen pasca Ramadhan adalah pada pengalokasian Tunjangan Hari Raya (THR). 

Jika sebelumnya THR digunakan hampir seluruhnya untuk kebutuhan konsumtif selama Lebaran, kini masyarakat mulai menggunakannya untuk hal-hal yang lebih strategis. 

Survei Bank Indonesia mengungkapkan bahwa hanya 55% masyarakat yang menggunakan THR untuk berbelanja keperluan Lebaran, turun signifikan dari 67% pada tahun sebelumnya.

Sebagian besar masyarakat memilih untuk menggunakan THR guna melunasi utang, menabung untuk kebutuhan mendesak, atau mempersiapkan dana pendidikan. 

Perubahan ini menunjukkan peningkatan kesadaran finansial sekaligus refleksi dari kondisi ekonomi yang tidak menentu. 

Konsumen kini lebih cenderung berpikir jangka panjang dan berusaha menciptakan “jaring pengaman” finansial.

Strategi Bisnis dalam Menghadapi Perubahan Perilaku Konsumen

strategi bisnis

Perubahan dalam perilaku konsumen memaksa pelaku bisnis untuk cepat beradaptasi. 

Bisnis yang masih bertahan adalah mereka yang mampu membaca kebutuhan konsumen dengan baik dan melakukan inovasi dalam strategi pemasaran maupun operasional. 

Nah, berikut beberapa pendekatan efektif yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Menawarkan produk dengan nilai tambah tinggi

Konsumen saat ini mencari produk yang bukan hanya murah, tetapi juga memberikan manfaat maksimal. 

Produk yang multifungsi, hemat energi, atau tahan lama lebih diminati daripada produk yang sekadar murah.

2. Memastikan kesejahteraan karyawan

Dalam lanskap bisnis kini tengah mengalami perubahan pesat, memastikan kesejahteraan karyawan bukan lagi sekadar masalah etika—melainkan keuntungan strategis.

Perusahaan yang memprioritaskan kesejahteraan finansial, mental, dan emosional karyawannya akan membangun tim yang lebih tangguh serta dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan mendadak dalam perilaku konsumen.

Ketika karyawan merasa aman dan didukung, mereka akan menjadi lebih terlibat, tangkas, dan berkomitmen untuk memberikan pengalaman pelanggan yang luar biasa.

Stabilitas internal ini menciptakan fondasi yang kuat yang memungkinkan bisnis untuk menanggapi perubahan dengan cepat dan percaya diri, mengubah tantangan menjadi peluang.

Nah, salah satu cara yang paling efektif untuk memulai strategi ini adalah dengan memberi karyawan kendali yang lebih baik atas keuangan mereka melalui layanan Earned Wage Access (EWA) GajiGesa.

Dengan layanan kami, karyawan dapat mengakses gaji mereka kapan saja mereka membutuhkannya, tanpa harus menunggu hari gajian. Alhasil, kesejahteraan pun jadi lebih terjamin.

Agar lebih jelas, yuk temukan bagaimana EWA dapat memberdayakan karyawanmu dan membuat bisnis siap menghadapi masa depan yang kerap tak menentu. Klik tombol di bawah untuk mempelajari lebih lanjut.

3. Memperkuat kehadiran digital

Di tengah keterbatasan mobilitas dan efisiensi waktu, kanal digital menjadi jalur utama distribusi produk dan komunikasi. 

Platform e-commerce, media sosial, dan layanan pesan instan menjadi sarana penting untuk menjaga hubungan dengan konsumen.

4. Menyediakan opsi pembayaran fleksibel

Dalam kondisi daya beli yang terbatas, konsumen akan cenderung memilih toko atau layanan yang menawarkan keringanan seperti cicilan tanpa bunga, sistem beli sekarang bayar nanti (paylater), atau diskon loyalitas.

5. Komunikasi yang empati dan relevan

Alih-alih promosi agresif, pendekatan yang empati lebih disukai konsumen saat ini. 

Bisnis perlu menyampaikan pesan yang menunjukkan pemahaman terhadap situasi konsumen, seperti campaign berbasis empati sosial atau kepedulian terhadap krisis.

6. Inovasi produk dan layanan

Paket hemat, bundling produk, hingga layanan berlangganan menjadi alternatif menarik bagi konsumen yang ingin tetap berhemat tapi mendapatkan manfaat maksimal. 

Inovasi ini bisa menjadi pembeda di pasar yang semakin kompetitif.

Pergeseran perilaku konsumen pasca Ramadhan, apalagi di tengah krisis ekonomi, menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat sangat sensitif terhadap kondisi eksternal. 

Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, masyarakat dituntut untuk lebih cermat dalam mengelola pengeluaran, sementara pelaku bisnis dituntut untuk lebih responsif dan inovatif. 

Perubahan ini tidak hanya menantang, tetapi juga membuka ruang bagi transformasi yang lebih sehat dan berkelanjutan dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia.

Hubungi Kami