Blog

Update UU Cipta Kerja Terbaru & Dampaknya pada Perusahaan, Karyawan, dan Sektor Tertentu

Halo Sobat Gaji. Kamu sudah dengar belum, tentang update UU Cipta Kerja terbaru? 

Nah, per 31 Oktober silam, Mahkamah Konstitusi telah mengamini sebagian besar gugatan serikat buruh terkait Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. 

Dalam putusan finalnya, MK merevisi 21 pasal yang dinilai merugikan pekerja, dengan fokus pada perlindungan hak-hak buruh.

Hal ini termasuk nominal upah minimum yang dalam waktu dekat akan ditentukan, serta isu perekonomian nasional.

Berita pembaharuan ini tentu menjadi angin segar bagi para buruh dan pekerja. Beberapa NGO pun melayangkan apresiasi terhadap keputusan pihak MK.

Namun, apa saja poin-poin penting yang bisa kita temukan dalam rancangan terbaru kali ini?

Lalu, bagaimana dengan pemilik bisnis dan sektor-sektor tertentu? Seperti apa pengaruh perubahan UU Cipta Kerja terbaru terhadap keseharian operasional bisnisnya? Yuk, simak uraian lengkapnya di bawah ini!

UU Cipta Kerja dan Sejarah Singkat Perancangannya

Sebelum bahas update terbaru mengenai revisi pasal-pasalnya, mari kita bahas sekilas tentang sejarah UU Cipta Kerja.

Jadi, menurut Antara News, Undang-Undang Cipta Kerja didesain dengan urgensi untuk memperbaiki iklim investasi dan menumbuhkan lapangan kerja di Indonesia.

Rancangannya diharapkan bisa menjadi solusi atas tantangan dalam meningkatkan lapangan kerja, mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Akan tetapi, regulasi yang juga dikenal sebagai “undang-undang sapu jagat” atau omnibus law, sempat dinilai berlawanan dengan prinsip demokrasi di Indonesia. Dalam kata lain, keberadaannya lebih menguntungkan pengusaha daripada pekerja. 

Pengesahannya pun memicu kontroversi dan gugatan perubahan dari berbagai kelompok, terutama buruh dan aktivis lingkungan.

Alhasil, per 31 Oktober 2024 kemarin, Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan gugatan tersebut dan merubah beberapa poin dalam UU Cipta Kerja.

Update Terbaru dalam UU Cipta Kerja

Putusan MK sejatinya adalah perkara judicial review terkait pasal-pasal ketenagakerjaan yang ada di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Keputusan tersebut dibagi oleh hakim majelis MK ke dalam sejumlah klaster tertentu yang akan merubah rumusan UU secara signifikan.

Berikut ini adalah poin-poin penting terbaru yang dalam UU Cipta Kerja:

1. UU Ketenagakerjaan dipisah

Dalam rancangan UU Cipta Kerja terbaru, MK mengajukan pembentuk undang-undang untuk segera membuat undang-undang ketenagakerjaan terpisah.

Mahkamah menyoroti “impitan norma” mengenai  ketenagakerjaan yang dinilai sulit dipahami dan menimbulkan ketidakpastian hukum serta ketidakadilan yang berkepanjangan.

2. Tenaga kerja Indonesia wajib diutamakan ketimbang TKA

Menurut Kompas, MK juga membatalkan kebijakan multitafsir yang tidak menegaskan pembatasan masuknya TKA ke Indonesia.

Majelis hakim juga menambahkan klausul pro TKI, “dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia” pada Pasal 81 angka 4 UU Cipta Kerja.”

3. Durasi kontrak kerja dipertegas

Dalam UU Cipta Kerja terbaru, regulasi terkait durasi kontrak kerja telah dipertegas oleh MK.

Secara khusus, mengenai aturan durasi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang sebelumnya dikembalikan pada perjanjian atau kontrak kerja perusahaan.

Menurut aturan terbaru, durasi kerja PKWT maksimum adalah 5 tahun–termasuk adanya perpanjangan kontrak.

4. Outsourcing dibatasi

Majelis hakim mendorong menteri ketenagakerjaan untuk menetapkan jenis dan bidang kerja alih daya (outsourcing) sebagai perlindungan hukum yang adil untuk pekerja.

MK juga mengharuskan perusahaan, pemberi kerja, dan pekerja untuk memiliki standar yang jelas terkait jenis-jenis pekerjaan outsourcing. Dengan demikian, para buruh hanya akan bekerja sesuai kesepakatan dalam kontrak kerja,

Batasan ini pun mempertegas hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktik outsourcing demi menghindari adanya sengketa pekerja dengan perusahaan.

5. Opsi 2 hari libur kembali hadir

Sebelumnya, dalam UU Cipta Kerja pekerja hanya diberi jatah 1 hari libur tanpa opsi 2 hari.

Hal ini dinilai bertentangan dengan kesejahteraan pekerja, sehingga opsi 2 hari libur kembali dihadirkan dalam UU Cipta Kerja terbaru.

6. Upah wajib memiliki komponen hidup yang layak

Sebelumnya, UU Ciptaker melenyapkan penjelasan mengenai komponen hidup layak pada pasal penghasilan/upah yang diatur UU Ketenagakerjaan

Melansir BBC, MK meminta bahwa pasal mengenai pengupahan harus bisa memenuhi kebutuhan hidup buruh/pekerja dan keluarganya secara wajar.

Hal ini meliputi keperluan pangan, sandang, dan papan, pendidikan, kesehatan (jasmani dan mental), rekreasi, serta jaminan hari tua.

7. Dewan pengupahan kembali dihidupkan

Dalam UU Cipta Kerja terbaru, mahkamah akan menghidupkan lagi peran dewan pengupahan yang sebelumnya dihapus.

Sehingga, penetapan kebijakan upah takkan lagi sepihak di tangan pemerintah pusat. 

MK juga menekankan kalau kebijakan upah wajib “melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah” sebagai bahan bagi pemerintah pusat menetapkan kebijakan upah. 

Regulasi mengenai dewan pengupahan pada UU Cipta Kerja pun dilengkapi MK dengan klausul bahwa dewan tersebut wajib mampu “berpartisipasi secara aktif’.

Nah, selain ketujuh hal di atas, ada beberapa perubahan lain dalam UU Cipta Kerja terbaru yang disahkan, termasuk:

  • Skala upah wajib proporsional: Proporsional mengacu pada upah memiliki variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas
  • Upah minumum sektoral kembali berlaku: UMS mesti diberlakukan karena pekerja di sektor-sektor tertentu memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda
  • Serikat bekerja balik berpartisipasi dalam pengupahan: Serikat menentukan apakah upah sudah proporsional untuk keperluan jangka panjang para buruh/pekerja
  • PHK bisa dilakukan setelah putusan inkrah: perundingan bipartit terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) harus dilakukan secara musyawarah mufakat.
  • Batas bawah UPMK: MK Mekankan kalau Pasal 156 ayat (2) dalam pasal 81 angka 47 beleid tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “paling sedikit”.

Dampak Pada Perusahaan, Karyawan, & Sektor yang Terpengaruh

Satu hal yang perlu kamu ketahui adalah bahwa perubahan ini takkan terjadi dalam satu malam.

Melansir Antara News, MK memberi waktu dua tahun bagi pemerintah untuk menyusun undang-undang ketenagakerjaan baru yang terpisah dari UU Cipta Kerja. 

Proses kerja ini diadakan guna menghindari tumpang tindih aturan yang selama ini menjadi kritik utama pada UU Cipta Kerja.  

Durasi pembentukan aturan yang cukup lama ini juga guna memberi kepastian hukum yang lebih jelas bagi para pekerja dan pengusaha.

Namun, di balik harapan tersebut ada keraguan tentang efektivitas waktu dua tahun ini. Berikut penjelasannya.

1. Risiko tumpang tindih aturan

Dalam proses penyusunan undang-undang baru perlu ada dialog antara pemerintah, serikat buruh, pengusaha, serta pakar hukum ketenagakerjaan. 

Jika tidak dilakukan dengan hati-hati, ada risiko tumpang tindih dalam aturan baru dan terciptanya ketidakpastian hukum yang lebih besar.

Terutama dalam proses dua tahun ini, yang dinilai tidak sebentar dan bisa membuat pembentukan UU Cipta Kerja terbaru malah terlupakan.

2. Ketidakseimbangan kepentingan

Tak hanya itu, kecemasan juga timbul terkait ketidak seimbangan antara kepentingan pengusaha dan pekerja.

Jika terlalu berat sepihak, malah bisa muncul imbas negatif. Sebagai contoh, apabila regulasi mengenai PHK dan sektor outsourcing, perusahaan bisa kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan ekonomi.

Di sisi lain, jika aturan ke pengusaha terlalu longgar, pekerja dari seluruh sektor industri bisa merugi karena perlindungan dasar mereka tidak terpenuhi.

Melihat hal tersebut, dalam kurun waktu dua tahun ini, pemberi kerja dan pengusaha harus bisa menjaga kesejahteraan karyawannya dengan lebih ketat.

Tujuannya tak lain agar pekerja tidak lesu terhadap berbagai perubahan yang sifatnya cukup signifikan dan memakan waktu lama.

Sebagai solusi, perusahaan bisa menyediakan benefit tambahan untuk karyawan, seperti menghadirkan layanan Earned Wage Access (EWA) atau Akses Gaji Fleksibel GajiGesa.

Dorong Kesejahteraan Karyawan dengan Benefit EWA GajiGesa

Sesuai namanya, layanan Earned Wage Access memungkinkan karyawan untuk mengakses dan menarik gajinya secara prorata sebelum tanggal gajian tiba.

Jadi, saat bertemu dengan kondisi mendesak, mereka bisa langsung menarik gaji tanpa perlu mencari bantuan dari pinjol.

Kemudahan akses gaji ini dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan finansial karyawannya.

Bukan hanya itu, kehadiran EWA juga bisa menjadi penangkal akan rasa lesu karyawan selama menanti perubahan terbaru dalam UU Cipta Kerja.

Dengan (EWA) atau Akses Gaji Fleksibel GajiGesa, perusahaan juga terbantu dalam memenuhi ketentuan UU Cipta Kerja terkait kesejahteraan pekerja, serta meningkatkan retensi dan produktivitas karyawan.

Arus kas perusahaan juga bisa terus terkelola dengan kehadiran benefit ini untuk jangka waktu yang panjang.

Nah, layanan EWA GajiGesa bisa segera digunakan setelah perusahaanmu bekerja sama dengan kami.

Jadi, jangan sampai ditunda. Yuk, isi formulir di bawah untuk menghubungi tim sales GajiGesa. Prioritaskan kesejahteraan karyawan dan bisnismu sekarang juga!

Atau, kenalan lebih lanjut dengan layanan EWA kami dengan klik tombol berikut.

Hubungi Kami