Dalam dunia bisnis yang semakin kompleks dan digital, memahami makna fraud triangle adalah kunci utama bagi perusahaan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengelola risiko penipuan di tahun 2026.
Banyak profesional yang masih bertanya-tanya terkait keberadaan dan ancaman fraud triangle atau segitiga kecurangan.
Faktanya, skema ini merupakan kerangka yang mampu menjelaskan alasan seseorang melakukan kecurangan dalam lingkungan profesional.
Dengan tekanan ekonomi yang meningkat, sistem kerja hybrid, hingga tingginya volume transaksi digital, perusahaan tidak lagi bisa mengandalkan cara lama untuk mengantisipasi fraud.
Memasuki 2026, penerapan segitiga kecurangan menjadi semakin penting karena model ini bukan hanya memetakan penyebab penyelewengan, tetapi juga membantu perusahaan memperkuat sistem keamanan internal, meningkatkan integritas karyawan, dan mencegah kerugian finansial yang merugikan.
Yuk, ketahui lebih lanjut mengenai segitiga kecurangan di artikel berikut ini!
Apa Itu Fraud Triangle dan Mengapa Semakin Relevan di 2026?
Melansir laman Vida, fraud triangle adalah model yang diperkenalkan oleh Donald Cressey, seorang ahli kriminologi, yang menjelaskan tiga faktor utama yang mendorong seseorang melakukan penipuan: Pressure (Tekanan), Opportunity (Peluang), dan Rationalization (Pembenaran).
Di tahun 2026, model ini semakin relevan karena beberapa alasan berikut:
- Perubahan ekonomi global membuat tekanan finansial meningkat bagi sebagian besar pekerja.
- Transformasi digital mempermudah akses terhadap data sensitif, sehingga peluang manipulasi menjadi lebih besar.
- Lingkungan kerja hybrid membuat pengawasan tidak selalu optimal, menciptakan celah baru bagi pelaku kecurangan.
- Volume transaksi yang makin besar menambah kompleksitas sistem sehingga lebih sulit mendeteksi anomali secara manual.
Dengan memahami bahwa “fraud triangle adalah pendekatan paling komprehensif dalam membaca motif kecurangan”, perusahaan dapat menyusun strategi mitigasi risiko secara lebih efektif dan proaktif.
Tiga Komponen Fraud Triangle yang Wajib Dipahami
1. Pressure atau tekanan
Lalu, apa yang dimaksud dengan masing-masing faktor yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan penipuan, termasuk Pressure (Tekanan), Opportunity (Peluang), dan Rationalization (Pembenaran).
Pertama-tama, pressure adalah kondisi yang membuat seseorang merasa terdorong melakukan kecurangan karena alasan internal ataupun eksternal.
Tekanan ini biasanya bersifat pribadi dan tidak terlihat oleh perusahaan.
Beberapa contoh tekanan umum yang sering terjadi, yaitu:
- Kesulitan ekonomi pribadi, seperti kenaikan biaya hidup, cicilan, atau kebutuhan keluarga.
- Tekanan target kerja, terutama di industri yang sangat kompetitif.
- Masalah gaya hidup, misalnya ingin terlihat lebih mapan dari kondisi sebenarnya.
- Tuntutan finansial mendesak, seperti pengeluaran tak terduga.
Perusahaan perlu memahami bahwa tekanan bukan sekadar isu personal, tetapi dapat menjadi pemicu utama kecurangan jika tidak diimbangi dengan dukungan kesejahteraan karyawan.
2. Opportunity atau peluang
Opportunity merupakan faktor yang muncul ketika sistem memberikan celah bagi seseorang untuk melakukan kecurangan tanpa mudah terdeteksi.
Beberapa bentuk peluang atau opportunity kecurangan yang sering terjadi yaitu:
- Sistem internal yang lemah, seperti tidak adanya pembatasan akses.
- Kurangnya pengawasan langsung, terutama pada perusahaan yang menerapkan remote atau hybrid working.
- Tidak adanya audit berkala, membuat kesalahan kecil tidak terlihat hingga menjadi besar.
- Konfigurasi software keuangan yang tidak optimal, sehingga rawan manipulasi.
Di 2026, peluang fraud semakin meningkat karena banyak perusahaan beralih pada sistem digital tanpa diimbangi kontrol keamanan yang memadai.
3. Rationalization atau pembenaran
Rationalization merupakan proses mental yang membuat pelaku meyakinkan dirinya bahwa tindakan curangnya dapat diterima atau tidak salah.
Contoh pembenaran umum seperti:
- “Saya cuma minjam dulu, nanti dibalikin.”
- “Perusahaan untung besar, rugi sedikit nggak masalah.”
- “Hak saya sudah tidak dipenuhi, jadi wajar kalau saya ambil sesuatu.”
Selain itu, rationalization juga merupakan faktor yang paling sulit dideteksi karena terjadi dalam pikiran seseorang.
Namun, membangun budaya integritas dapat membantu meminimalkan faktor ini.
Mengapa Fraud Triangle Menjadi Tools Analisis Risiko Terbaik di 2026?

Beberapa alasan mengapa model ini sangat kuat dan efektif untuk diterapkan di tahun 2026, yaitu:
1. Cocok dengan era digital
Dengan semakin banyaknya penggunaan teknologi seperti payroll digital, sistem ERP, dan e-payment, celah keamanan bisa datang dari mana saja.
Fraud triangle adalah alat untuk membantu perusahaan mengidentifikasi akar masalah secara lebih komprehensif.
2. Mudah diterapkan untuk semua ukuran bisnis
Baik UMKM hingga perusahaan besar dapat menggunakan framework ini untuk memetakan risiko kecurangan secara sederhana namun akurat.
3. Relevan dengan perubahan perilaku manusia
Perubahan sosial, tekanan finansial, serta dinamika pekerjaan membuat faktor manusia tetap menjadi pusat risiko.
Segitiga kecurangan mampu membaca dinamika tersebut lebih baik dibanding sekadar analisis teknis.
4. Mengurangi kerugian finansial
Penipuan internal bisa menghabiskan 5–10% pendapatan perusahaan dalam setahun. Dengan menggunakan segitiga kecurangan, perusahaan dapat menutup potensi kerugian sejak awal.
3 Cara Praktis Perusahaan Menerapkan Fraud Triangle di Tahun 2026
1. Kurangi pressure dengan program kesejahteraan finansial
Tekanan finansial merupakan pemicu terbesar fraud.
Perusahaan dapat mengurangi tekanan dengan:
- Memberikan program Earned Wage Access (EWA) atau Akses Gaji Fleksibel agar karyawan bisa mengakses gaji yang sudah mereka hasilkan kapan pun mereka butuh.
- Menyediakan edukasi finansial rutin.
- Memberikan bantuan darurat untuk situasi tertentu.
Program-program ini terbukti membantu karyawan mengelola keuangan sehingga tidak terdorong melakukan kecurangan.
Bangun Sistem Keuangan yang Lebih Aman dengan Earned Wage Access (EWA)
Kurangi potensi fraud dan tingkatkan transparansi keuangan perusahaan dengan mengimplementasikan Earned Wage Access (EWA). Dengan akses gaji fleksibel, perusahaan dapat membantu karyawan memenuhi kebutuhan finansialnya secara lebih stabil sekaligus memperkuat sistem pengawasan internal.
2. Meminimalkan opportunity melalui sistem kontrol internal yang kuat
Untuk meminimalkan opportunity dalam segitiga kecurangan, perusahaan perlu membangun kontrol internal yang kuat.
Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi akses ke sistem payroll dan keuangan hanya untuk pihak yang berwenang, serta melakukan audit internal maupun eksternal secara rutin.
Penggunaan teknologi keamanan data yang terintegrasi juga membantu menjaga kerahasiaan informasi penting.
Selain itu, pemisahan tugas antara input, verifikasi, dan approval memastikan tidak ada satu pihak yang memiliki kendali penuh.
Semakin kecil peluang yang tersedia, semakin rendah pula risiko terjadinya kecurangan.
3. Tekan rationalization melalui budaya etika yang konsisten
Untuk menekan rationalization dalam fraud triangle adalah perusahaan perlu membangun budaya etika yang konsisten dan anti-fraud.
Langkah ini dapat dimulai dengan membuat kode etik yang jelas dan mudah dipahami, serta memberikan pelatihan rutin tentang integritas dan kepatuhan.
Penerapan kebijakan zero tolerance terhadap segala bentuk kecurangan juga penting agar karyawan memahami konsekuensinya.
Selain itu, manajemen harus menjadi contoh nyata dalam menjunjung nilai etika.
Ketika budaya perusahaan kuat, ruang bagi karyawan untuk membenarkan tindakan curang pun semakin kecil.


