Blog

Ini Ketentuan THR Bagi Pekerja Kontrak, Tetap, dan Buruh Harian Lepas

ketentuan thr

Gimana ya, ketentuan THR bagi pekerja kontrak, tetap, dan buruh harian lepas?

Pada tahun ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) meminta kepada pengusaha untuk tidak mencicil lagi pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).

Pemberian THR secara penuh tersebut dipertegas melalui Surat Edaran (SE) Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2022 bagi pekerja/buruh di perusahaan.

Menteri Ketenagakerjaan juga menyatakan, THR bukan hanya hak para pekerja yang berstatus karyawan tetap. Tetapi, bagi karyawan kontrak dan buruh harian lepas juga berhak atas THR.

Lalu, apakah terdapat sanksi jika ada pengusaha yang tidak membayar THR serta bagaimana mengenai ketentuan THR tersebut? Simak terus ulasannya di artikel bawah ini, ya.

Sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar THR

Ketidakpatuhan pengusaha dalam pembayaran THR, telah diatur dalam Pasal 78 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Pengusaha yang tidak memberikan THR bagi karyawannya akan dikenakan sanksi, berupa:

  • Teguran tertulis.
  • Pembatasan kegiatan usaha.
  • Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.
  • Pengenaan sanksi ini diberikan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu yang diberikan kepada pengusaha atas ketidakpatuhan membayar THR.

Nah, itulah sanksi bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR untuk karyawannya. Pengawas Ketenagakerjaan akan memastikan setiap perusahaan membayar THR sejak 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Jadi, jangan lupa untuk membayar THR, ya!

Ketentuan THR

Berikut ini ialah beberapa ketentuan THR berdasarkan Surat Edaran (SE) THR terbaru. Perusahaan harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Ketentuan THR Keagamaan diberikan untuk:

  • Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
  • Kemudian, pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

2. Ketentuan besaran THR Keagamaan diberikan sebagai berikut:

  • Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah.
  • Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan. Mereka akan diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan: masa kerja x 1 bulan upah, dibagi 12 bulan.

3. Bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas maka upah 1 bulan dihitung sebagai berikut:

  • Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih. Upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
  • Kemudian, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan. Upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

4. Selanjutnya, bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya.

5. Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR Keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR Keagamaan sebagaimana nomor 2 di atas. Maka, THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Hubungi Kami