
Di tengah tuntutan bisnis yang terus berkembang, perusahaan tak bisa hanya mengandalkan intuisi semata dalam menilai kinerja karyawan. Kini, diperlukan pendekatan yang terstruktur dan objektif—di sinilah pentingnya metode evaluasi kinerja.
Lebih dari sekadar formalitas untuk tim HR, evaluasi kinerja menjadi alat strategis yang dapat menentukan arah perkembangan individu (karyawan) sekaligus mendorong pencapaian tujuan perusahaan.
Dengan metode yang tepat, tim HR dapat mengidentifikasi talenta terbaik, memperbaiki kekurangan, dan membangun budaya kerja yang sehat dan produktif.
Nah, dalam artikel ini, GajiGesa akan mengupas tuntas berbagai jenis metode evaluasi kinerja, tujuan utama dari proses ini, serta panduan memilih metode yang paling relevan dengan kebutuhan dan karakteristik perusahaanmu.
Yuk, langsung simak selengkapnya di bawah ini!
Apa Itu Evaluasi Kinerja?

Menurut riset UNIKOM, evaluasi kinerja adalah proses sistematis untuk menilai dan mengevaluasi hasil kerja seorang karyawan berdasarkan standar dan tujuan yang telah ditetapkan.
Biasanya, proses evaluasi dilakukan secara berkala seperti triwulanan, semesteran, atau tahunan, dan ditangani oleh atasan langsung maupun tim HR.
Penerapan proses metode evaluasi ini pun sangat penting, terutama untuk:
- Memberikan umpan balik konstruktif kepada karyawan
- Menentukan kenaikan gaji, bonus, atau promosi
- Menyusun rencana pelatihan dan pengembangan karier
- Meningkatkan retensi dan motivasi kerja
Tak hanya itu, terdapat beberapa tujuan dari diterapkannya metode evaluasi kinerja, yaitu:
- Mengukur pencapaian individu dan tim, sehingga mengetahui sejauh mana karyawan telah mencapai target yang diberikan
- Meningkatkan produktivitas, karena umpan balik dari hasil evaluasi bisa mendorong karyawan untuk bekerja lebih efisien
- Mendukung pengambilan keputusan HR, karena evaluasi yang objektif dapat membantu dalam proses promosi, mutasi, atau terminasi
- Membangun komunikasi terbuka, karena memberikan ruang dialog antara atasan dan bawahan untuk pertumbuhan bersama
- Perencanaan pengembangan karier, karena dapat mengidentifikasi potensi karyawan dan arah pengembangan yang sesuai
Meskipun demikian, evaluasi kinerja saja tidak cukup tanpa dukungan kesejahteraan finansial bagi karyawan. Salah satu faktor penting yang bisa memengaruhi performa adalah stres keuangan—dan di sinilah Earned Wage Access (EWA) GajiGesa bisa jadi solusi nyata.
Dengan EWA, karyawan bisa mengakses gaji yang sudah mereka hasilkan kapan saja sebelum hari gajian. Hal ini bukan hanya meningkatkan produktivitas, tapi juga membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, loyal, dan stabil.
Nah, ingin tahu bagaimana EWA bisa meningkatkan retensi dan performa timmu? Langsung pelajari solusi dan fitur lengkapnya dengan klik tombol di bawah ini!
6 Jenis Metode Evaluasi Kinerja

Setelah memahami definisi dan pentingnya evaluasi kinerja dalam pengelolaan SDM, langkah selanjutnya adalah mengenal berbagai metode yang bisa diterapkan.
Setiap metode memiliki pendekatan, kelebihan, dan tantangan masing-masing—serta pemilihannya perlu disesuaikan dengan budaya kerja serta tujuan evaluasi di perusahaan.
Nah, berikut adalah beberapa metode evaluasi kinerja yang umum digunakan di berbagai organisasi:
1. Graphic rating scale
Metode ini merupakan salah satu yang paling umum digunakan karena kesederhanaannya.
Kinerja karyawan dinilai berdasarkan berbagai indikator perilaku dan hasil kerja, seperti:
- Kehadiran dan ketepatan waktu
- Kualitas pekerjaan
- Kuantitas pekerjaan
- Tanggung jawab
- Inisiatif
- Kerja sama tim
Setiap indikator dinilai menggunakan skala numerik (misalnya 1–5 atau 1–10), di mana angka tertinggi menunjukkan performa terbaik.
Contohnya, seorang manajer memberikan skor 4/5 pada indikator “kerja sama tim”, artinya karyawan cukup baik dalam bekerja dengan tim, tapi masih bisa ditingkatkan.
Metode ini cocok digunakan untuk perusahaan besar yang memiliki banyak karyawan, atau posisi operasional dengan indikator kerja terukur.
Tantangan:
- Rentan bias personal jika evaluator tidak memiliki standar yang jelas.
- Tidak memberikan alasan atau konteks di balik nilai.
2. 360 degree feedback
Metode ini mengumpulkan feedback dari berbagai pihak yang berinteraksi langsung dengan karyawan, termasuk atasan, rekan kerja, bawahan, dan bahkan klien jika memang relevan.
Evaluasi dilakukan melalui survei atau wawancara tertutup, untuk mengukur aspek seperti:
- Komunikasi
- Kepemimpinan
- Kolaborasi
- Keandalan
- Sikap profesional
Contohnya, seorang supervisor dinilai oleh 5 rekan kerjanya, karena mayoritas menyatakan bahwa ia terbuka menerima kritik dan mendukung tim saat krisis.
Metode ini cocok digunakan untuk perusahaan dengan budaya kerja kolaboratif, atau jabatan manajerial/yang berpengaruh besar dalam tim.
Tantangan:
- Membutuhkan pelatihan dalam memberikan umpan balik yang konstruktif.
- Wajib ada sistem keamanan data untuk menjaga kerahasiaan.
3. Management by objectives (MBO)
Metode ini menekankan pada pencapaian hasil kerja yang telah disepakati sebelumnya.
Karyawan dan atasan menetapkan serangkaian tujuan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) di awal periode.
Evaluasi dilakukan berdasarkan apakah target tersebut tercapai atau tidak.
Contohnya, seorang sales executive memiliki target menjual 100 produk per bulan. Jika ia menjual 110, maka ia dinilai melampaui target.
Metode ini cocok digunakan untuk peran yang berbasis target seperti penjualan, proyek, atau KPI, dan organisasi yang menekankan hasil akhir.
Tantangan:
- Tidak menilai aspek proses atau etos kerja.
- Tujuan yang kurang realistis dapat menurunkan motivasi.
4. Critical incident method
Penilaian berdasarkan pencatatan kejadian penting yang menunjukkan performa luar biasa—baik positif maupun negatif.
Atasan akan diminta mendokumentasikan momen-momen tersebut selama periode kerja.
Contohnya:
- Positif: Seorang karyawan IT berhasil memulihkan sistem dalam waktu kurang dari satu jam saat terjadi gangguan server.
- Negatif: Seorang karyawan layanan pelanggan bersikap kasar kepada klien dan tidak menyelesaikan masalah dengan profesional.
Metode ini cocok digunakan untuk lingkungan kerja yang dinamis atau menilai perilaku yang tidak tercermin dari angka/statistik.
Tantangan:
- Membutuhkan konsistensi dalam pencatatan.
- Fokus pada peristiwa ekstrim dapat mengabaikan performa stabil.
5. Self-assessment
Karyawan diberikan kesempatan untuk mengevaluasi dirinya sendiri menggunakan format yang sama dengan evaluasi atasan atau HR.
Tujuannya adalah mendorong refleksi diri, meningkatkan kesadaran, dan membangun kepercayaan antara karyawan dan manajemen.
Contohnya, seorang karyawan menilai dirinya memiliki “kemampuan komunikasi yang baik, tapi masih harus lebih aktif dalam rapat tim”.
Metode ini cocok digunakan untuk organisasi yang mengedepankan pengembangan personal, atau karyawan yang memiliki otonomi dan kematangan profesional.
Tantangan:
- Potensi bias terlalu tinggi (overrate) atau terlalu rendah (underrate).
- Hasil tidak bisa berdiri sendiri, harus dikombinasikan dengan penilaian pihak lain.
6. Checklist method
Dalam metode evaluasi kinerja terakhir ini, evaluator diberikan daftar pernyataan tentang perilaku atau capaian kinerja.
Mereka cukup menandai apakah pernyataan tersebut berlaku untuk karyawan yang dinilai.
Contoh:
- “Karyawan selalu datang tepat waktu.” ✅
- “Karyawan menyelesaikan tugas sebelum deadline.” ✅
- “Karyawan menunjukkan sikap proaktif.” ❌
Metode ini cocok digunakan untuk pekerjaan yang bersifat rutin/administratif, atau evaluasi cepat dengan waktu terbatas.
Tantangan:
- Kurang fleksibel, tidak memberi ruang untuk penjelasan atau konteks.
- Hanya cocok untuk aspek kerja yang bisa dijawab dengan ya/tidak.