Tahukah kamu? Kalau upskilling dan reskilling karyawan merupakan proses penting yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan?
Ya, terutama di tengah era transformasi digital dan otomatisasi yang kini semakin pesat, di mana dunia kerja sedang mengalami perubahan yang signifikan.
Teknologi baru dan kebutuhan pasar yang dinamis telah memaksa perusahaan untuk terus beradaptasi agar mereka bisa tetap kompetitif.
Alhasil, upskilling dan reskilling karyawan muncul kembali menjadi strategi kunci untuk menghadapi tantangan tersebut.
Kedua pendekatan ini tidak hanya memastikan perusahaan tetap relevan, tetapi juga membantu karyawan untuk terus berkembang dalam karier mereka.
Nah, tahun 2025 pun diprediksi akan menjadi momen penting bagi perusahaan untuk mengintegrasikan strategi ini secara lebih sistematis dan terarah.
Maka dari itu, yuk, kita bahas lebih mendalam mengenai program karyawan ini dalam artikel berikut!
Apa Itu Upskilling dan Reskilling?
Sebelumnya, apa sih yang dimaksud dengan upskilling dan reskilling?
Jadi, upskilling adalah proses meningkatkan keterampilan yang sudah dimiliki karyawan agar dapat memenuhi tuntutan pekerjaan yang semakin kompleks.
Sebagai contoh, seorang staf pemasaran yang belajar keterampilan digital marketing untuk menyesuaikan diri dengan tren pemasaran modern, seperti pengelolaan iklan di media sosial atau analitik data pemasaran.
Di sisi lain, menurut laman EF, reskilling adalah proses pelatihan ulang karyawan untuk menguasai keterampilan baru yang diperlukan untuk peran yang berbeda di dalam perusahaan.
Sebagai contoh, seorang karyawan administrasi yang dilatih untuk menjadi analis data karena perubahan kebutuhan organisasi.
Reskilling sering kali digunakan ketika perusahaan mengubah arah bisnis atau menghadapi tantangan teknologi yang membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan baru.
Kedua konsep ini bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang fleksibel dan siap menghadapi perubahan, sekaligus membantu perusahaan untuk tetap kompetitif di era modern.
Cara Melakukan Upskilling dan Reskilling
1. Identifikasi kebutuhan perusahaan
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menganalisis tren industri dan kebutuhan organisasi.
Perusahaan harus memahami perubahan apa yang sedang terjadi di sektor mereka dan keterampilan apa yang akan menjadi kunci untuk tetap relevan.
Sebagai contoh, di industri manufaktur, keterampilan dalam pengoperasian perangkat otomatisasi semakin dibutuhkan.
2. Penilaian kemampuan karyawan
Setelah kebutuhan perusahaan diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini.
Hal ini dapat dilakukan melalui asesmen keterampilan, wawancara, atau pengamatan langsung.
Penilaian tersebut membantu perusahaan mengidentifikasi kesenjangan keterampilan (skill gap) yang perlu diisi melalui pelatihan.
3. Program pelatihan yang tepat sasaran
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, perusahaan dapat merancang program pelatihan yang sesuai.
Program ini bisa berupa pelatihan internal yang dipimpin oleh staf senior, kursus eksternal, workshop, atau bootcamp intensif.
Sebagai contoh, perusahaan dapat bekerja sama dengan platform pelatihan online atau institusi pelatihan profesional untuk memberikan akses kepada karyawan.
4. Kolaborasi dengan lembaga pelatihan
Bekerja sama dengan institusi pendidikan atau platform pelatihan profesional dapat membantu perusahaan mendapatkan materi pelatihan berkualitas tinggi.
Lembaga pelatihan ini juga dapat memberikan sertifikasi yang diakui secara industri, sehingga karyawan merasa termotivasi untuk berpartisipasi.
5. Monitoring dan evaluasi
Setelah program pelatihan selesai, penting untuk memonitor perkembangan karyawan dan mengevaluasi efektivitas program tersebut.
Perusahaan dapat mengukur keberhasilan melalui peningkatan produktivitas, kualitas kerja, atau pencapaian target individu maupun tim.
Tantangan dalam Implementasi
1. Kurangnya dukungan anggaran
Salah satu kendala utama yang sering dihadapi perusahaan adalah keterbatasan dana untuk menyelenggarakan program pelatihan.
Pelatihan berkualitas biasanya memerlukan investasi besar, terutama jika melibatkan teknologi canggih atau pelatih profesional.
2. Resistensi karyawan
Beberapa karyawan mungkin merasa enggan mengikuti pelatihan karena berbagai alasan, seperti takut keluar dari zona nyaman, merasa pelatihan tersebut tidak relevan, atau bahkan khawatir tidak mampu mengikuti materi.
3. Keterbatasan waktu
Dalam banyak kasus, karyawan sering kali merasa kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan pelatihan.
Hal ini dapat menyebabkan rendahnya partisipasi atau efektivitas pelatihan.
4. Ketidaksesuaian program pelatihan
Jika materi pelatihan tidak relevan atau terlalu umum, maka hasil yang didapatkan tidak akan memberikan dampak signifikan pada performa karyawan maupun perusahaan.
Sehingga, perlu dikaji kembali apakah pelatihan yang diberikan sudah sesuai atau tidak.
5 Solusi agar Program Dapat Berjalan Lancar
1. Penyediaan dana yang cukup
Perusahaan perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk pelatihan atau mencari sponsor dari pihak eksternal.
Alternatif lainnya adalah mencari solusi pelatihan yang lebih hemat biaya, seperti platform e-learning yang menawarkan kursus dengan biaya terjangkau.
2. Manfaatkan teknologi modern
Gunakan teknologi seperti platform e-learning atau simulasi berbasis virtual reality (VR) untuk memberikan pengalaman pelatihan yang fleksibel dan interaktif.
Teknologi ini memungkinkan karyawan belajar sesuai waktu dan kebutuhan mereka.
3. Komunikasi yang efektif
Penting bagi manajemen untuk menjelaskan kepada karyawan tentang manfaat upskilling dan reskilling, baik bagi mereka secara pribadi maupun untuk perusahaan.
Komunikasi yang jelas dapat meningkatkan motivasi dan partisipasi karyawan dalam program pelatihan.
4. Earned Wage Access (EWA)
Umumnya, tantangan terbesar HR ketika menjalankan segala bentuk proses pengembangan skill karyawan adalah menjaga fokus.
Hal ini cukup wajar, terutama bila karyawan memiliki daftar tanggung jawab dan tugas yang menumpuk.
Apalagi bila karyawan sudah berkeluarga atau menduduki posisi senior. Fokus mereka tentu sering terbagi dua, di mana tak jarang mereka juga diwajibkan untuk terus mengelola timnya atau bahkan memikirkan kondisi keuangan keluarga.
Nah, salah satu solusi inovatif untuk membantu karyawan agar bisa tetap fokus selama proses pelatihan adalah dengan menyediakan benefit Earned Wage Access (EWA) atau Akses Gaji Fleksibel GajiGesa.
Dengan layanan ini, karyawan dapat mengakses gaji mereka yang telah dihasilkan kapan saja tanpa harus menunggu akhir bulan.
Benefit ini akan membantu mengurangi tekanan finansial karyawan selama mengikuti pelatihan, sehingga mereka dapat lebih fokus dan produktif.
Rasa kepercayaan mereka akan dedikasi perusahaan pun bakal meningkat, sehingga motivasi karyawan untuk terus mengembangkan kemampuannya akan semakin baik.
Menarik, kan? GajiGesa sendiri merupakan penyedia layanan EWA nomor satu di Indonesia. Layanan kami bisa langsung digunakan setelah perusahaanmu bekerja sama dengan kami.
Jadi, jangan sampai ketinggalan. Yuk, segera isi formulir di bawah artikel ini dan rekomendasikan perusahaanmu pada kami. Prioritaskan kesejahteraan karyawanmu sekarang juga!
Atau, kalau kamu ingin tahu lebih lanjut tentang produk EWA kami, klik tombol di bawah, ya.
5. Mentorship program
Selain pelatihan formal, perusahaan juga dapat menciptakan program mentorship, di mana karyawan senior atau atasan membimbing karyawan dalam mengembangkan keterampilan baru.
Pendekatan ini tidak hanya mempercepat proses pembelajaran, tetapi juga meningkatkan keterlibatan dan rasa percaya diri karyawan.