Di era serba modern ini, kurang sehatnya work life balance karyawan menjadi sebuah isu yang kerap dipandang mata oleh perusahaan.
Padahal, ia dapat menjadi paramater mengenai cara seorang pekerja mengelola tanggung jawab profesional dan pribadinya.
Work life balance sendiri berkaitan langsung dengan kesejahteraan karyawan.
Dalam arti, keseimbangan kehidupan kerja dan personal yang sehat mendorong angka keterlibatan, produktivitas, dan retensi pegawai yang lebih baik.
Ya, sejatinya perusahaan memang tidak bisa memastikan keseimbangan kehidupan profesional dan pribadi karyawannya.
Sebab, merekalah yang pada dasarnya harus mengambil tanggung jawab atas hal tersebut secara mandiri.
Namun, ada banyak hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk membantu pekerja meraih dan mempertahankan work life balance mereka. Inisiatif ini nantinya bisa mendorong perusahaan untuk meningkatkan progres bisnis dan kualitas SDM-nya.
Nah, meski demikian, seperti apa proses kerjanya? Apakah ada hal-hal tertentu yang sekiranya bisa disediakan perusahaanmu untuk para karyawan?
Yuk, simak pemaparan lengkapnya dalam artikel GajiGesa di bawah ini!
Apa Itu Work Life Balance Karyawan?
Sebelumnya, apa sih yang dimaksud dengan work life balance karyawan itu? Apakah hal tersebut semacam tren atau buzzword yang belakangan muncul di kalangan pekerja gen Z?
Nyatanya tidak demikian. Konsep keseimbangan kehidupan kerja sebenarnya sudah berlaku sejak lama.
Bedanya, pandangan orang awam dan pekerja profesional mengenai hal tersebut sudah bergeser.
Jika sebelumnya sering disangkal dan dianggap tidak nyata, isu keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi kini dinilai penting untuk diprioritaskan, baik dari sisi karyawan maupun perusahaan.
Menurut laman Coursera, work life balance sendiri didefinisikan sebagai jumlah waktu yang dihabiskan karyawan untuk melakukan pekerjaan dan hal lain di luar dunia profesional, seperti minat dan hobinya.
Melihat definisinya, tentu saja seluruh pekerja ingin mencapai hal tersebut. Keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadinya terlihat menguntungkan bagi kesejahteraan mereka.
Namun, hal ini sulit untuk dicapai. Terutama kini banyak perusahaan yang masih berjuang dalam mengembalikan kestabilan finansialnya pasca pandemi Covid-19.
Alhasil, karyawan secara tak langsung terpengaruh. Ketika pekerjaan menuntut lebih banyak waktu untuk dikerjakan, pekerja akan memiliki lebih sedikit waktu untuk menangani minatnya yang lain.
Sehingga, kesehatan mental menurun dan motivasi untuk melanjutkan pekerjaan pun hilang. Keterlibatan mereka di perusahaan bahkan bisa-bisa tak kembali.
Work Life Balance yang Minim: Isu Pekerja Modern
Jika melihat data pada penelitian terkini Hubstaff, 77% pekerja di seluruh dunia menyatakan bahwa mereka pernah mengalami kelelahan dalam pekerjaannya saat ini.
Sayangnya, kebanyakan karyawan tidak sadar mengenai bahaya work life balance yang tidak sehat. Perusahaan pun mengeri, dan masih membiarkan hal tersebut terjadi secara menerus.
Mengacu pada riset Woliba, pekerja yang kini mempertahankan kehidupan kerja yang tidak seimbang mempunyai risiko 42% lebih tinggi terkena gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Mereka pun menghadapi kemungkinan 23% lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner. dari kematian dini.
Alhasil, kini sekitar 57% pencari kerja akhirnya mengatakan bahwa keseimbangan kehidupan kerja yang buruk merupakan faktor penentu dalam hal pekerjaan.
Ini berarti menemukan solusi terhadap masalah keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan karyawan menjadi lebih penting dari sebelumnya.
Namun, apa yang sejatinya membuat work life balance karyawan hingga kini masih kurang seimbang? Berikut penjelasannya:
1. Jam kerja yang terlalu panjang
Jam kerja yang berlebihan, termasuk lembur, shift yang diperpanjang, atau kehadiran terus-menerus di luar jam kerja reguler, dapat mengganggu keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Tekanan untuk memenuhi tuntutan dan harapan pekerjaan dapat menyebabkan kurangnya waktu untuk melakukan hal-hal pribadi yang diinginkan karyawan.
2. Beban kerja dan tuntutan pekerjaan yang tinggi
Melansir laman Runn, beban kerja yang berat, tenggat waktu yang ketat, dan tugas yang terus menumpuk dapat work like balance karyawan semakin tak seimbang.
Ketika tuntutan pekerjaan melebihi waktu dan sumber daya yang tersedia, individu akan mengorbankan waktu pribadinya. Kebiasaan ini bisa membuat mereka cepat burnout.
3. Kurangnya batas antar kehidupan profesional dan pribadi
Batasan yang kabur antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, dapat mengganggu kesejahteraan karyawan.
Tanpa batasan yang jelas, karyawan mungkin kesulitan untuk beristirahat dan melepaskan pikiran dari pekerjaannya.
Adapun contoh dari isu ini adala membawa pekerjaan ke rumah, terus-menerus memeriksa email atau pesan terkait tugas, atau karyawan diharapkan tersedia di luar jam kerja biasanya.
4. Teknologi dan konektivitas yang konstan
Kemajuan teknologi dan konektivitas yang tiada henti memudahkan kita untuk tetap terhubung dengan pekerjaan.
Namun, hal ini juga dapat mengaburkan batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi seorang pekerja.
Harapan untuk selalu tersedia dan responsif setiap saat dapat mengganggu waktu pribadi, dan membatasi waktu bersantai.
Konektivitas yang konstan juga bisa meningkatkan tekanan bagi karyawan untuk terus-menerus terlibat dengan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.
Cara Meningkatkan Work Life Balance Karyawan
Nah, perusahaan sebenarnya bisa saja mengeleminasi hal-hal di atas demi membantu karyawan meraih work life balance.
Namun, inisiatif tersebut tidaklah cukup. Jika ingin mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat, pegiat HR perusahaan wajib melihat gambaran yang lebih besar.
Misalnya, beban kerja, kesehatan, kesejahteraan, sosialisasi, pemulihan, dan masih banyak lagi.
Di sini, mereka wajib mengambil pendekatan holistik guna mengintegrasikan semua aspek tersebut ke dalam keseimbangan yang mampu menopang dan memotivasi karyawan.
Hasilnya yang perlu ditargetkan pun tak sembarang. HR harus bisa membuat karyawan untuk menjadi diri mereka yang terbaik di dalam dan di luar tempat kerja.
Guna meraih hasil tersebut, ada beberapa langkah yang bisa perusahaam ambil. Berikut pemaparannya:
1. Komunikasikan pentingnya kesehatan dan keseimbangan kehidupan kerja
Pertama-tama, tim HR perlu menjelaskan bahwa kesejahteraan karyawan adalah prioritas perusahaan.
Mereka pun harus bisa secara aktif mendorong karyawan untuk mencari keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi mereka.
Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi internal serta interaksi sehari-hari, yang juga berkontribusi terhadap keterlibatan karyawan.
Tak hanya itu, HR juga bisa menyediakan lokakarya dan program pendidikan yang berfokus pada kesehatan dan keseimbangan kehidupan kerja.
Misalnya, acara unjuk gigi atau bakat bagi karyawan perusahaan, seminar peluang untuk pertumbuhan pribadi, hingga sesi kebugaran.
2. Membangun pemahaman yang jelas tentang jam kerja
Menurut laman Sage, untuk mencegah momok pekerjaan yang dapat menyerang di waktu pribadi karyawan, tim HR perlu untuk menetapkan rentang jam kerja yang sehat.
Hal ini bisa dilakukan dengan inisiatif untuk menghindari pengiriman email setelah jam kerja, sehingga memperkuat batasan antara komitmen profesional dan waktu pribadi karyawan.
3. Menawarkan jam kerja yang fleksibel
Fleksibilitas dalam penjadwalan dan lokasi kerja dapat membantu karyawan mengelola tanggung jawab dan preferensi pribadi mereka dengan lebih baik. Hal ini juga sangat bergantung pada jenis pekerjaannya.
Meskipun mungkin lebih mudah bagi karyawan kantoran untuk mengadopsi model kerja hybrid atau jarak jauh, jadwal kerja yang fleksibel dapat dipertimbangkan bagi perusahaan yang bekerja di ritel atau pabrik.
4. Fokus pada produktivitas dan bukan jam kerja
Alihkan fokus dari waktu yang dihabiskan untuk bekerja ke kualitas dan hasil pekerjaan yang dihasilkan, sehingga menumbuhkan budaya yang berorientasi pada hasil.
Perusahaanmu juga mungkin bisa memperkenalkan lingkungan kerja yang berorientasi pada hasil, di mana karyawan dievaluasi berdasarkan kinerja mereka, bukan waktu yang mereka habiskan di kantor.
5. Hadirkan benefit finansial karyawan terbaik
Cara terakhir untuk tingkatkan work life balance karyawan adalah dengan menghadirkan benefit finansial terbaik.
Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, keseimbangan kehidupan kerja karyawan sangat berkaitan dengan kesejahteraan. Salah satunya terkait kestabilan finansial mereka.
Ya, misalkan saja nih, menurut laman NCBI, masalah utang dapat menimbulkan isu mental yang buruk, seperti stres kronis dan berkepanjangan.
Hal tersebut nantinya pun bisa memengaruhi produktivitas karyawan. Dalam kata lain, karyawan yang mengkhawatirkan keuangan pribadi menunjukkan hasil kerja yang kurang maksimal.
Secara tak langsung, nantinya mereka pun malah tak bisa menjalankan hobi atau minat yang mereka miliki, karena perlu bekerja lebih keras.
Melihat hal tersebut, sebagai solusi perusahaan bisa memberikan benefit finansial terbaik untuk karyawannya, yakni layanan earned wage access (EWA) GajiGesa atau biasa yang disebut dengan akses gaji fleksibel.
Sesuai namanya, layanan ini menyediakan akses bagi karyawan untuk menarik gaji mereka secara fleksibel.
Sehingga, EWA ini bisa dijadikan sebagai alternatif untuk dana darurat di tengah bulan.
Tidak hanya itu, EWA juga bisa membantu dalam meningkatkan kesejahteraan finansial karyawan.
Mengapa demikian? Sebab, tujuan utama dari layanan ini adalah supaya karyawan bisa mengambil gajinya dalam keadaan mendesak.
Alhasil, mereka tidak akan lagi merasa stres tentang tagihan yang tertunda dengan manfaat kesehatan finansial karyawan ini.
Produktivitas mereka di kantor pun tetap terjaga dan karyawan nantinya jadi memiliki waktu untuk berfokus pada kehidupan pribadinya.
Menarik, bukan? Nah, fitur EWA ini hanya bisa digunakan jika perusahaanmu sudah bekerja sama dengan GajiGesa.
Jadi, jangan sampai ketinggalan. Yuk, rekomendasikan perusahaanmu dengan mengisi formulir di bawah artikel ini.
Segera prioritaskan kesejahteraan finansial karyawanmu sekarang juga!