Sebagai pegiat human resource, penting bagi kamu untuk mengetahui aturan perhitungan cuti diuangkan.
Mengapa demikian? Sebab, tanpa disadari, hal tersebut merupakan salah satu hak mendasar yang patut diterima karyawan. Regulasinya pun bahkan sudah diterapkan, lho!
Pada dasarnya, cuti tahunan merupakan hak karyawan yang wajib diberikan oleh perusahaan sekurang-kurangnya 12 hari dalam setahun.
Kategori cuti ini wajib diberikan untuk karyawan dengan kontrak PKWTT dan PKWT, termasuk cuti berbayar, seperti melahirkan serta cuti penting lainnya.
Memang, tidak semua perusahaan menerapkan kebijakan bahwa sisa cuti yang tidak terpakai dapat diuangkan karyawan. Namun, banyak juga perusahaan yang menerapkan kebijakan ini sebagai bentuk apresiasi terhadap pegawainya.
Bila demikian, seperti apa bentuk perhitungan dan detail peraturannya? Agar lebih jelas, yuk, simak pemaparan lengkapnya di bawah ini!
3 Jenis Cuti Tahunan Karyawan
Sebelum mengulas aturan terkait perhitungan cuti diuangkan, kamu perlu mengetahui jenis cuti tahunan karyawan terlebih dahulu.
Pada umumnya, terdapat tiga jenis cuti tahunan yang harus diberikan perusahaan pada karyawannya, yaitu:
1. Cuti hangus
Jenis cuti tahunan ini mengacu pada aturan masa kadaluarsa cuti karyawan yang diterapkan perusahaan.
Dalam kata lain, apabila karyawan tidak mengambil atau menggunakan jatah cuti dalam kurun waktu setahun, hak mereka otomatis akan hangus atau gugur. Sehingga, cuti tidak bisa diakumulasikan ke tahun berikutnya.
Sebagai contoh, karyawan memiliki jatah cuti 12 hari per 1 Januari 2023. Kemudian, pada 31 Desember, karyawan tersebut masih memiliki saldo cuti 3 hari yang belum diambil.
Maka dari itu, pada 1 Januari 2024, sisa cuti tersebut akan hangus dan tidak berlaku lagi.
2. Cuti carry forward
Selanjutnya adalah carry forward, di mana saldo cuti karyawan di tahun berjalan bisa diakumulasikan ke tahun berikutnya.
Tujuan dari kebijakan ini adalah supaya hak cuti karyawan tidak hilang dan masih bisa diambil pada periode berikutnya.
Namun, pada jenis cuti ini, perusahaan biasanya menerapkan batasan saldo cuti maksimal.
Hal ini diberlakukan agar hak cuti tidak menumpuk di tahun berikutnya dan berisiko menyebabkan cuti massal.
Sebagai contoh, perusahaan menetapkan saldo maksimal di awal periode cuti sebanyak 17 hari.
Maka dari itu, sisa cuti karyawan tak terpakai yang bisa diakumulasikan hanyalah 5 hari. Apabila cuti karyawan ternyata masih 9 hari pada akhir periode, maka tetap dihitung 5 hari.
3. Cuti tidak terbatas
Perhitungan cuti yang dapat diuangkan ini belum dikenal oleh banyak pegiat human resource.
Hal tersebut cukup wajar. Sebab, tidak banyak perusahaan yang menerapkan jenis cuti satu ini.
Dengan sistem cuti tidak terbatas, karyawan bisa mengelola cuti mereka sendiri tanpa dibatasi jumlah hari. Namun, karyawan bersangkutan tetap bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang ditinggalkan.
Meski begitu, tidak seluruh cuti tak terbatas ini bakal dibayar. Perusahaan biasanya menetapkan jumlah hari cuti yang dibayar penuh, bayar sebagian, atau tidak dibayar sama sekali (unpaid leave).
Sebagai contoh, cuti tahunan yang dibayar adalah 20 hari, yang mana 15 hari dibayar penuh dan 5 hari dibayar 50%.
Karyawan sendiri tetap bisa mengambil cuti lebih dari 20 hari, tapi kelebihan tersebut tidak akan dibayar oleh perusahaan.
Peraturan Cuti di Indonesia
Sejatinya, berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 pasal 79, setiap karyawan berhak atas cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja, setelah karyawan memiliki masa kerja selama 12 bulan berturut-turut.
Hak tersebut bisa diambil secara terus-menerus selama 12 hari kerja atau dapat dibagi dalam beberapa hari.
Namun, tidak semua karyawan ingin mengambil jatah cuti tersebut. Fakta ini berlaku karena mereka lebih suka bekerja di kantor daripada menghabiskan waktu di luar pekerjaannya.
Lalu, bagaimana dengan peraturan tentang jatah cuti karyawan yang bisa diuangkan?
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 156 ayat 4, hak cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur dapat diganti dalam bentuk uang.
Meski demikian, perlu diingat juga bahwa hal ini hanya berlaku apabila karyawan terkena PHK.
Aturan Terkait Perhitungan Cuti Diuangkan
Penggantian uang cuti tahunan dihitung menggunakan upah sehari, artinya satu hari cuti dibayar upah sehari.
Berikut ini adalah beberapa cara menghitung sisa cuti yang dapat diuangkan pada saat karyawan berhenti bekerja:
1. Hitung hak cuti prorata karyawan
Hak cuti prorata dihitung dari periode awal cuti tahunan sampai dengan bulan di mana karyawan bersangkutan berhenti bekerja.
Jika karyawan resign pada akhir periode cuti, maka hak cuti tahunan dihitung penuh.
Hak Cuti Prorata = (Jumlah bulan bekerja / 12) x Jatah cuti tahunan
Sebagai contoh, jika periode cuti karyawan dimulai 1 Januari hingga 31 Desember dengan jatah cuti tahunan 15 hari, dan karyawan resign pada 1 September.
Maka, jumlah bulan bekerja karyawan dalam satu periode cuti tahunan adalah 8 bulan.
Hak Cuti Prorata = 8/12 x 15 = 10 hari
Apabila perusahaan menerapkan cuti carry forward, maka hak karyawan adalah cuti prorata tahun berjalan ditambah sisa cuti tahun lalu.
2. Hitung hak cuti belum gugur
Perhitungan cuti berikutnya, yaitu hitung hak cuti belum gugur. Artinya, jumlah cuti yang belum terpakai oleh karyawan satu periode cuti tahunan.
Hak Cuti Belum Gugur = Hak cuti prorata – Cuti telah diambil
Sebagai contoh, apabila hak cuti prorata karyawan adalah 10 hari. Kemudian, karyawan tersebut telah mengambil 2 hari cuti pada bulan Februari, maka:
Hak Cuti Belum Gugur = 10 – 2 = 8 hari
3. Hitung uang penggantian cuti
Perhitungan cuti yang dapat diuangkan bisa menggunakan rumus prorata atau proporsional berdasarkan hari kerja sebulan, yaitu bulan terakhir karyawan bekerja di perusahaan.
Uang Penggantian Cuti = (Cuti belum gugur / Hari kerja sebulan) x Gaji sebulan
Sebagai contoh, jika cuti belum gugur 8 hari. Kemudian, hari kerja bulan terakhir adalah 25 hari, serta gaji karyawan Rp10.000.000, maka:
Uang Penggantian Cuti = 8/15 x Rp10.000.000 = Rp3.200.000.
Nah, itulah penjelasan singkat GajiGesa mengenai aturan perhitungan cuti yang dapat diuangkan. Namun, selain cuti, terdapat hak yang tak bisa diuangkan, yaitu kompensasi.
Ya, hal satu ini tak kalah penting untuk diberikan ke karyawan. Sebab, kehadirannya dapat meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan finansial karyawan.
Sehingga, karyawan berhak mendapatkan benefit terbaik, salah satunya Earned Wage Access (EWA) atau Akses Gaji Fleksibel.
Layanan ini memungkinkan karyawan untuk memiliki kendali penuh terhadap gajinya sendiri. Dengan begitu, saat keadaan mendesak tiba, mereka bisa mengakses gaji dengan instan tanpa perlu beralih ke pinjol.
Dari sistem EWA, bisnis perusahaan pun nantinya bisa merasakan imbas positif. Karena karyawan sudah lebih sejahtera, dijamin hasil kerja dan loyalitas mereka lebih terjamin, serta kepuasan pelanggan bakal terus meningkat.
Menarik, kan? Jadi, jangan sampai ketinggalan. Yuk, langsung kenalan lebih lanjut dengan fitur EWA GajiGesa dengan mengisi formulir di bawah artikel ini.
Prioritaskan kesejahteraan karyawan dan bisnismu sekarang juga!